Cerita tentang Pekak
Saya adalah seorang pegawai kantor biasa yang berasal dari Jawa dan sekarang tinggal di Bali mengikuti suami. Hingga saat ini saya masih belajar tentang tradisi dan budaya Bali yang tentunya tidak saya dapat sewaktu di Jawa. Suami merupakan anak terakhir dari keluarganya. Kita mempunyai seorang Pekak sebutan untuk kakek dalam bahasa bali.
Pertama saya bertemu dengan keluarga di sini, dengan keramahan dan saling toleransi dengan perbedaan agama tetapi membuat kita semakin rukun. Salah satu orang yang saya jumpai adalah pekak, pertama keluarga suami selalu menyembunyikan identitas saya sebagai istri ponakan terakhirnya karena beliau terkenal keras dan gampang sekali marah-marah bila ada sesuatu yang kurang berkenan.
Setiap hari kita bertemu, walaupun beda rumah dan dia selalu menanyakan di mana tinggal, apakah pulang dari kerja dan pertanyaan lainnya. Selama itu pula saya menutupi dengan maksud menyenangkan hatinya. Hingga suatu saat menyelang hari raya Nyepi dengan kebohongan yang terus saya lakukan akhirnya saya memberanikan diri menjawab pertanyaan malam-malam kenapa tidak pulang apakah tidak takut? begitu yang Pekak tanyakan dengan hati-hati saya menjawab "Pekak jangan marah ya kalo saya menjawab jujur, sebenarnya saya istri keponakannya. Saya melihat keterkejutkan pekak dan beliau terdiam. Satu hal yang beliau ucapkan hingga saya ingat zaman sudah berubah hingga orang tua seperti saya tidak dihargai dalam pengambilan keputusan walaupun oleh keluarga sendiri.
Belajar dari situ ada perasaan lega dalam hati saya karena tidak lagi terbebani dengan kebohongan. Kebiasaan pekak yang selalu saya ingat, setiap habis menerima pensiunan beliau selalu memberikan uang kepada saya sejumlah sepuluh ribu. Saya sering menolaknya karena saya sudah bekerja, tetapi pekak selalu berkeras. Sewaktu saya menghidupkan komputer di rumah dan mengerjakan sedikit tugas kantor dan mengajarin komputer untuk anak-anak di rumah pekak selalu memberikan saya sejumlah uang, karena beliau pikir saya pinter bisa komputer.
Menurut suami sayalah orang yang bisa mengambil hati pekak, setiap pekak sakit saya mengantarkan ke dokter, begitu pula saat saya sedih pekak lah tempat saya berkeluh kesah walaupun dengan bahasa yang campur aduk bahasa bali dan bahasa Indonesia.
Terkadang kita cenderung jengkel, marah serta mengabaikan orang-orang terdekat dan bagian dari keluarga kita karena tabiat dan kebiasaan yang kurang menyenangkan. Jarang kita memahami dan mencoba mengerti mengapa mereka berperilaku seperti itu. Mungkin tidak ada salahnya dan selagi diberi kesempatan untuk memberikan perhatian kepada orang-orang terdekat dari kita dengan cinta tulus ikhlas. Mungkin kelak jika diberi umur panjang rentang waktu dan zaman akan membuat kita kembali berperilaku seperti anak-anak. Semoga dengan sedikit yang kita lakukan dapat memberikan kebahagiaan bagi orang lain.